Derita kekalahan kafir Quraisy dan kedigjayaan kaum Muslimin,
khususnya penaklukan Bani Musthaliq sampai menyebabkan mereka masuk
agama Islam, telah menggelapkan mata kaum kafir Quraisy.
Pada bulan Dzulqaidah tahun ke-7 Hijriah, Nabi Muhammad saw
beserta 14000 laskar Islam bergerak menuju Makkah untuk menunaikan
ibadah haji.
Kepergian Rasulullah saw ke tanah suci tidak hanya untuk
keperluan ibadah saja, namun juga untuk kepentingan politik. Haji beliau
kali ini bertujuan untuk menjadikan status kewarganegaraan kaum
muslimin di semenanjung Arabia menjadi benar-benar diakui. Dengan
demikian, kaum muslimin berhak untuk bermukim di sepanjang tanah Arab
tanpa harus takut diusir.
Kaum kafir Quraisy menerima kabar bahwa Rasulullah saw akan
berkunjung ke Baitullah Ka’bah. Mereka bersumpah di hadapan
berhala-berhala untuk tidak membiarkan beliau memasuki kota Makkah.
Kafir Quraisy mengutus Khalid bin Walid beserta dua ratus pasukan berkuda untuk menghadang Rasulullah saw bersama pasukannya.
Saat itu, Rasulullah saw telah sampai di daerah Hudaibiyah
melalui jalan berbeda untuk menghindari pertempuran dan peperangan yang
mungkin mengintai setiap saat. Segera beliau mengutus salah seorang
sahabat untuk mengintai pasukan Quraisy dan meyakinkan mereka bahwa
Rasulullah saw beserta kaum muslimin datang hanya untuk menunaikan
ibadah haji saja. Sahabat itu ditugaskan untuk meyakinkan para pemimpin
Quraisy bahwa kedatangan Rasulullah saw kali ini tidak untuk berperang.
Namun, mereka malah berlaku kurang ajar terhadap utusan beliau.
Rasulullah saw meminta baiat (sumpah setia) kepada sahabat
agar tetap setia dan rela berkorban kepada beliau di bawah pohon. Ketika
hal ini diketahui oleh kafir Quraisy, mereka sangat geram sekaligus
malu, sehingga diutuslah Suhail sebagai wakil mereka untuk berunding.
Kaum kafir Quraisy tidak menghendaki kaum muslimin memasuki
kota Makkah dan menunaikan ibadah haji pada tahun ini dan segera pulang
ke Madinah. Apabila mereka mau menunaikan haji pada tahun depan, kaum
muslimin tidak diperbolehkan untuk membawa senjata. Selama masa haji
itu, pihak Quraisylah yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan
harta dan jiwa kaum muslimin.
Perjanjian ditandatangani dengan lima butir kesepakatan,
meskipun beberapa orang Islam kecewa. Puncak kekecewaan mereka tunjukkan
dengan keberatan terhadap keputusan-keputusan Rasulullah saw. Mereka
mengira bahwa penandatanganan perjanjian itu adalah suatu aib yang
memalukan umat Islam, khususnya pada satu butir kesepakatan yang
menyatakan bahwa jika seorang muslim lari dari Makkah lalu sampai di
Madinah, maka ia akan dipulangkan ke tempat asalnya. Sebaliknya, orang
muslim Madinah yang masuk Makkah tidak boleh kembali ke Madinah.
Kekecewaan itu sebenarnya tidak berdasar. Mereka tidak
mengerti bahwa keuntungan perjanjian itu sesungguhnya merupakan awal
dari penaklukan kota Makkah kelak.
4. Perang Khaibar
Pada awal bulan Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah, Rasulullah
saw beserta 1600 kaum muslimin bertolak dari Madinah menuju Khaibar.
Laskar Islam di bawah komandan beliau menyerang musuh dengan tiba-tiba
dan dengan mudah merebut tanah Raji’ yang terletak di antara Khaibar dan
Ghathafan.
Panglima besar laskar Islam, Rasulullah saw menerapkan
strategi militer yang jitu. Sehingga antara orang-orang Yahudi Khaibar
dengan orang-orang Arab Ghathafan tidak dapat saling membantu satu sama
yang lain.
Laskar Islam mengepung benteng Khaibar pada malam hari.
Mereka mengambil posisi di tempat strategis yang tersembunyi di balik
tanaman palem. Dengan mudah mereka menguasai lembah Khaibar. Kemudahan
ini berkat keberanian dan ketulusan mereka dalam berkorban.
Sayangnya, dua lembah strategis yang menjadi markas kaum
Yahudi tidak dapat dikuasai. Kaum Yahudi itu mempertahankan benteng
mereka mati-matian dengan melepaskan anak-anak panah ke arah pasukan
muslimin.
Rasulullah saw memerintahkan Abu Bakar memimpin pasukan
tempur, namun tidak berhasil menaklukkan benteng itu. Pada hari kedua,
Umar Bin Khatab ditunjuk sebagai komandan tempur, namun ia juga tidak
berhasil. Di seberang sana, kaum Yahudi Khaibar terus saja memperolok
kaum muslimin.
Melihat kegagalan kaum muslimin merebut benteng tersebut,
Rasulullah saw bersabda, “Besok aku akan memberikan bendera Islam ini
kepada orang yang hanya kembali bila benteng pertahanan Yahudi itu telah
dikuasai.”
Seluruh sahabat menantikan fajar tiba untuk menyaksikan siapa
gerangan orang yang beruntung itu. Masing-masing memimpikan menjadi
pemegang bendara esok hari.
Pada pagi harinya, Rasulullah saw memanggil Ali. Beliau
menyerahkan bendera Islam itu kepadanya dan menugaskannya untuk
menaklukkan lembah Khaibar. Rasulullah saw berdoa untuk kesuksesan Ali.
Ali menerima tugas ini dengan penuh semangat. Ia bersama
pasukannya bergerak mendekati pintu gerbang Khaibar. Pintu gerbang itu
dijaga oleh dua saudara yang gagah berani, Haris dan Marhab. Mereka
menyerang pasukan Ali dengan garang sampai tunggang-langgang
menyelamatkan dirinya masing-masing.
Sebagai komandan perang, Ali segera menghadang kedua
bersaudara itu. Dengan kegagahan dan keperkasaannya, ia mampu
menghempaskan kedua orang Yahudi itu.
Kematian mereka membuat orang-orang Yahudi yang berada di
balik benteng menjadi ketakutan dan panik. Mereka cepat-cepat menutup
pintu gerbang dan bersembunyi di baliknya. Pasukan muslimin yang tadinya
kocar-kacir melarikan diri, setelah melihat keunggulan Ali, segera
kembali dan bersiaga di belakang sang komandan. Ali maju mendekati pintu
gerbang itu dan mengangkatnya lepas dari benteng.
Sementara kaum Yahudi tercengang menyaksikan kekuatan dan
keberanian Ali hingga mereka menyerah takluk, Ali melemparkan pintu itu
ke atas parit untuk dijadikan jembatan yang kemudian dilalui pasukan
muslimin. Demikianlah mereka berhasil dengan mudah memasuki dan
menduduki Khaibar, benteng kokoh orang-orang Yahudi itu.
Sama seperti kaum Yahudi, kaum muslimin pun takjub di hadapan
kekuatan Ali. Mereka bertanya-tanya satu sama lain, bagaimana Ali bisa
melakukannya. Tujuh orang muslim sempat mengangkat pintu itu, namun
pintu itu tak bergeser sedikit pun.
Tentang kekuatannya, Ali menuturkan, “Aku tidak mampu
merobohkan gerbang itu dengan kekuatan manusia biasa. Tapi aku
melakukannya dengan kekuatan Allah SWT.”
Akhirnya, pasukan muslimin menguasai seluruh benteng yang ada
di sekitar Khaibar dan menaklukkan orang-orang Yahudi. Sisa-sisa orang
Yahudi memohon kepada Rasulullah saw untuk diperbolehkan tinggal. Mereka
ingin tetap dapat mengolah tanah tersebut untuk pertanian dan
perkebunan. Mereka berjanji akan menyumbangkan setengah dari hasil panen
itu kepada kaum muslimin. Beliau mengabulkan permohonan itu.
Islam Dan Dunia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
- Islam Astronomi (4)
- Islam Biologi (4)
- Islam Fisika (2)
- Islam Kesehatan (5)
- Sejarah Rasulullah (15)
Musik Perdamaian
Translator
by : Simple Blog 4
Bumi Allah SWT
Profil Blogger
Waktu adalah uang
Pengikut
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar